Hujan lebat dan gerimis silih berganti mengguyur sebagian Jakarta, utara dan barat, malam Jumat. Pengemudi dengan gelar S.E. di belakang namanya itu memilih lajur paling kiri toll dalam kota, memacu perlahan mobilnya. Setahun sudah dia ngeGrab, setelah kena pehaka dari kantor tempatnya bekerja selama sembilanbelas tahun, dengan pesangon ala kadar. (Bisnis menurun jauh, dari sewa kantor 3 lantai penuh sebuah gedung bertingkat mentereng di segitiga emas jantung Jakarta, menjadi 2 lantai, dan terakhir menjadi 1 lantai.)
“Ternyata penghasilan saya sekarang jauh lebih baik dibanding saat bekerja kantoran…”
Suaranya terdengar nyaman atas keputusannya menjadi pengemudi-online-fulltime, setiap hari menjelajah Jabodetabek. (Pernah juga ada yang menyewa jasanya ke Bandung, Rp 500.000 sekali jalan, jauh di atas “upah harian”-nya; kali ini suaranya terdengar lebih semringah.)
Dari gaji pertama di awal tahun 2000 sebesar Rp 700.000 per bulan, gaji terakhir kantorannya Rp 7.000.000. Naik sepuluh kali lipat, selama sembilan belas tahun bekerja. Tidak fantastis sebenarnya, sangat paspasan untuk seorang bergelar sarjana ekonomi, apalagi karena harus menyekolahkan ketiga adik-adiknya selama itu. (Pernah coba-coba main saham dan kalah Rp 6 juta. Tuh pan, tuh pan, seharusnya pan jangan “main”, sebaiknya invest vest vest…).
Level pemasukan dan pengeluaran yang memaksanya memprioritaskan keluarga, menjauhkannya selama ini dari keberanian mencari jodoh, hingga usianya yang kini telah empatpuluhan.
“Mungkin sekarang sudah bisa…”
Sometimes you need to sacrifice something that matters to you… to offer something that matters more to someone else.
Semoga.
NH