Kawan, izinkan saya mengutip ini, sekali lagi :
“I am a runner, I run in rain or shine, light or darkness, I run until I cry, collapse, or until I feel like I cannot go on. And then, I run another mile…”
Saya terbangun dengan posisi sama, sebagian tubuh berada di bawah kolong meja makan, persis seperti sejam sebelumnya ketika saya merebahkan tubuh di lantai rumah makan yang dingin dan lembab itu. Tadinya rencana saya hanya tidur 15 menit atau paling lama 30 menit, sekedar mengusir kantuk sepanjang rute sebelumnya. Bangun, tepatnya terbangun, pukul 1 pagi, dipeluk dinginnya udara Citatah, dibalut kantuk dan letih yang masih melekat di tubuh, adalah ujian teramat berat. Tapi perjalanan memang belum usai, masih ada sekitar 30 KM yang harus dilalui sebelum mencapai garis finish di Balai Kota Bandung.
Tepat sebulan lalu, Jumat 19 Desember 2014 pukul 24:00, bergabung dengan NusantaRun Chapter 2, saya mulai berlari dari Balai Kota Bogor. Berlari tengah malam, mengandalkan lampu jalan dan senter kepala, menembus kesibukan pasar sekitar Kebun Raya, menyusuri aspal yang sepi. Menyenangkan, berlari bersama, rombongan sekitar 10 orang (dari total 100 orang lebih), kami masih bisa bercanda dan ngobrol. Bahkan teman-teman masih sempat membantu rombongan pemotor yang berjatuhan menabrak pembatas jalan menjelang perempatan Ciawi. 12 KM pertama adalah menyusuri jalur Bogor hingga Ciawi, dengan check point (CP) I di pompa bensin Gadog.
Istirahat sekitar 10 menit di CP pertama, kami mulai berlari lagi, dengan rombongan lebih kecil, saya bersama Aprillya, Rahmat, Arie. CP II adalah Puncak Pass (Aiihhh…), sekitar 22,5 KM menunggu di depan mata. Sepanjang jalur itu kami lalui dalam dingin dengan kibasan kendaraan malam setiap kali melewati kami. Ini jalur dengan banyak, istilah Rahmat, tanjakan lucu (tanjakan Puncak, apanya yang lucu?). Yang pasti kami (kami? saya!) malah suraksurakdalamhati kalau melihat tanjakan. Alamat “boleh” berjalan, excuse paling valid dan manusiawi. (Di sepanjang jalur sampai menjelang subuh, ada Iyung yang selalu muncul di setiap minimart, tidak kurang dari 5 minimart, mirip malaikat pencabut nyawa gentayangan. Thanks Bro, walaupun gua gak ngerti persis lu ngapain sih?!)
Sempat istirahat di 2 titik untuk minum dan ngemil. Kolangkaling (camilan wajib runner?) dan klaaper tart. Klaaper tart! Makasih mbak Icha! Menjelang pagi, Puncak perlahan mulai terang. Sinar matahari menyeruak dari ujung-ujung pohon cemara di sisi jalan berkelak kelok itu. Kebun teh Gunung Mas di kiri kanan kami. Kendaraan belum ramai. Mari kita capai CP II. Dan sekitar jam 6, tiba! (Tumben, Puncak Pass cakep banget yak?!) Milo, Energen, Coke! Istirahat sedikit lebih lama, selonjoran dan ganti kaos yang basah.
Berikutnya adalah 14 KM, menurun ke arah Cipanas dengan CP III di pompa bensin setelah Resto IBC. Menurun? Aha, sikat bleh! Tetap setia lari berempat, kami bisa melaju ngebut sepanjang turunan hingga mendekati Istana Cipanas. Hanya saja setelah itu, ternyata pompa bensin yang dicari-cari kok jauh juga ya dari restonya, gak nyampe-nyampe euy…
Setelah istirahat sejenak di CP III, plus semangka yummynya, Cianjur, I’m coming! Berlari di bawah terik matahari yang mulai tinggi, ternyata jalur 12,5 KM ini, setelah tikungan tapal kuda itu, lurus dan, astaga, memang panas! Saya membayangkan dahi yang akan bergaris belang akibat sebagian tertutup Buff. Oh ya, di tengah jalan, setelah lari 50 KM, kami masih sempat membantu seorang ibu menyeberang di jalan raya Cianjur yang ramai. (Eh, tuh ibu sebenarnya mau nyeberang gak yah?).
Menjelang masuk Cianjur, surprise!, disambut pelari-pelari volunteer yang “mengantar” kami ke CP IV, Kantor Dishub. Akhirnya, 61 KM selesai, setengah jalan selesai, jam menunjukkan pukul 11 siang, Sabtu.
Makan siang. Ditekuk dan dipijit Robby (Rob, special thanks!) dan tidur 2 jam. Bangun jam 3 sore, ganti kaos, benahbenah, dandan dandan.
Jam 16:00 start menuju CP V, kali ini hanya berdua Lya. Awalnya semua tampak bersahabat, jalanan dan cuaca sore yang sejuk. Sekitar setengah jam berlari, hujan mulai turun (perfect!), jalanan menjadi ramai dengan bis truk sepeda motor (entah kalau turun dari langit juga?), plus tidak ada trotoar yang bisa diandalkan untuk tempat berlari. Jadilah sepanjang jalur ini, kami berlari menyusuri garis putih penanda bahu jalan (harusnya bisa tercatat di MURI), dengan sekali-kali harus melipir ke jalan becek bebatuan di pinggirnya, “didesak” kendaraan-kendaraan dari langit tadi. Hujan terus mengguyur sampai kami mencapai CP V di KM 75, RM Tahu Sumedang Renyah, yang lagi-lagi kok berasa gak nyampe-nyampe ya… (Bah!)
Basah kuyup oleh hujan dan keringat, bercampur dingin yang menggigit ketika mencapai pos itu, dan teh manis adalah segalanya! Sekarang perjalanan menjadi lebih serius, kaki sudah harus dirawat karena basah dan lembab. Beberapa jari kaki yang mulai mengerut dibungkus plester, mencegah blister (dibantu Tim Medis yang sangat care tentunya, hatur nuhun). Ganti kaos kaki basah, tapi tetap memakai sepatu basah, itu strateginya. (By the way, saya bawa sepatu cadangan. Tepatnya sih sepatu dititipkan ke teman-teman yang bawa mobil yang menunggu di setiap CP yang kami singgahi. Vierman, Dani, mBak Icha, Rahmat, terima kasih banyak! Tanpa kalian, perjalanan ini akan lain sama sekali ceritanya). Rencana sepatu kering akan dipakai nanti saja di CP selanjutnya kalau sudah tidak hujan, and it works! (No iklan please…)
Di luar masih hujan gerimis, dan kami bersiap lanjut, waktu menunjukkan sekitar jam 7:30 malam. Ada Pak Amung yang bergabung, jadilah kami bertiga menyusuri rute 18 KM menuju CP VI, RM Rasa Sunda. Beberapa ratus meter pertama, saya berlari sambil menggigil gemetar. Menjelang tengah malam, hujan mulai reda, jalanan mulai sepi, tetapi lelah dan kantuk malah semakin membekap kami. Begitu ngantuknya, kami sempat berhenti di warung pinggir jalan, ngupi.
Dalam gelap, kami mulai memasuki jalan menanjak Padalarang. Setiap detik, setiap menit, bergerak pelan, seperti lari kami. Dunia menjadi milik kami, lari jalan lari jalan lari, semuanya dalam keheningan. Entah apa yang ada di kepala kami masing-masing…
“Running is our passion. Our meditation and reflection.”
Jalan datar dan menanjak, aspal basah usai hujan, kendaraan yang sekali-kali lewat menghembuskan angin dinginnya (dan kami akan bergetar setiap saat itu terjadi), sepatu dan pakaian basah yang membungkus tubuh, gelap dan sunyinya malam, itulah sahabat kami.
“… Because we are runners, we are unstoppable, unbeatable, untouchable.”
Setiap melihat terang lampu di kejauhan, harapan itulah CP yang dituju segera melompat keluar. Tapi berkali-kali, itu hanyalah warung kecil, yang kadang lengkap dengan musik dangdutnya. Untungnya, sebelum kantuk menjadi tidur, akhirnya sampai juga kami di pos itu. Kantuk ini mengalahkan lapar. Hanya makan separuh mie instant rebus sharing dari teman pelari dan nasi putih sekedarnya, selanjutnya langsung rebahan di lantai rumah makan yang dingin dan lembab itu.
Terbangun pukul 1 tengah malam, masih dalam balutan kantuk dan letih, yang terbayang adalah teman-teman yang sejak awal tak henti-hentinya memberikan support ke saya ikut kegiatan ini. Terima kasih khusus dari lubuk hati terdalam untuk banyak teman-teman yang menunjukkan support melalui donasi. Maafkan kalau hari-hari sebelumnya saya jadi menyebalkan, mengemis (I think so), mengamen (begitulah istilahnya), menagih, dan meneror donasi. Kawan-kawan, sejujurnya, saya akan merasa sangat bersalah kalau niat saya ikut NusantaRun ini “hanya mau larinya” saja…
Setelah mengganti baju kering dan sepatu kering, Lya dan saya bersiap untuk menuju ke CP terakhir sebelum finish line di Balai Kota Bandung. Jalan praktis menurun dan datar, tentu lebih nyaman untuk berlari, walau harus sambil menghalau lelah dan kantuk. Melintasi gerbang Kota Parahyangan Baru, dan terus berlari ke CP VII, pompa bensin yang berlokasi menyatu dengan Indra Medical Clinic. Akhirnya, 105,5 KM tuntas dan yang tak terlupakan adalah senyum manis teman-teman penyambut dan martabak manisnya!
Gelap malam perlahan mulai menguap ketika kami melanjutkan potongan 15,5 KM terakhir perjalanan ini. Membelah Kota Cimahi dini hari dan saya dipaksa harus berlari. (Ketika saya berjalan, yang terjadi adalah mata saya akan terpejam dan saya berjalan sambil tidur!). Langit semakin terang ketika kami mulai meninggalkan Cimahi, memasuki Bandung. Rahmat dan Sekarsari (thanks ya…) sudah turun dari mobil, menemani kami berlari. Sekitar BTC, menyusul teman-teman Mega Runners (Lily, Hai San, Lisa, peluksatusatu) menjemput dan berlari bersama juga. Minggu, menjelang pukul 7 pagi, akhirnya kami melintas gapura bertanda finish di Balai Kota. Pagi itu Bandung begitu cerah dan indah.
Kawan, izinkan saya mengucapkan banyak terima kasih, kepada Panitia NusantaRun (Christopher, Jurian, Ryan, Helen, dan pasti banyak yang lainnya) lengkap dengan Team Medis dan Supportnya, teman-teman Komunitas Lari yang hadir di setiap CP, Lya teman seperjalanan (bangga bisa lari bareng dia), teman-teman sepelarian yang luar biasa (banget!), para Donatur (malaikat menari untuk kalian), dan teman-teman lainnya. Love you all…
NH