Di salah satu sudut di salah satu ruangan di Museum Tokyo, tergantung satu pigura dengan list kayu sederhana dan tipis. Di atas kertas putihnya tercetak judul “Have you ever dreamed of this?” Dan di bawahnya tertulis, “People in ancient and medieval times believed that when they dreamed, their souls left their bodies to actually experience their dream…”

Malam itu, Sabtu 17 Desember 2016, di anak tangga teras menuju bangunan di samping RM Sakalibel Bumiayu, 103,8K dari Cirebon, aku terduduk. Setelah berlari dan berjalan nyaris 24 jam, termasuk sekitar 3 jam istirahat ngemil mandi di KM 72,3 di Balai Desa Songgom, dalam perjalanan menuju check point ketujuh ini, aku terus membatin, aku terus berujar, aku butuh tidur, aku sungguh butuh tidur. 

Setelah meminta tolong untuk dibangunkan sejam kemudian, aku merebahkan tubuh di anak tangga yang memanjang itu, yang lebarnya persis selebar bahuku. Mataku menatap langit hitam pekat, sayupsayup terdengar lagu Arie Lasso dinyanyikan dari jauh, “Entah dimana, dirimu berada…”. Aku tertidur. Dan jiwaku melayang…

Barangkali aku bermimpi berbincang dengan matahari yang tadi siang memanggangku. “Kau baru saja hampir berhasil menghentikanku. Kau tahu tadi aku sempat membatin untuk berhenti di Songgom…”. Belasan kilometer menyusuri jalan-setapak-tak-rata samping kebun bawang merah yang tiada habisnya, sebelum dan sesudah check point keempat, 63K dari start di Balai Kota Cirebon. Sisa hujan semalam masih membuat becek dan berlumpur beberapa pijakan kaki. Tumpukan bawang yang membusuk hampir saja menelan sepatu kananku. Hiburanku hanyalah tali-tali yang membentang jauh searah jalan setapak yang sedang dipintal penduduk dengan mesin manualnya. (Dan lantunan Don’t Give Up nya Peter Gabriel, …don’t give up ‘cos you have friends – you are not beaten yet – I know you can make it good…). Sedangkan kau matahari, tanpa belas kasih terus mengirimkan panas terpanasmu. Aku tak berharap jalan itu segera usai, karena aku tak mau membayangkan panjangnya lintasan itu. Harapan terdekatku hanya satu pohon ke pohon berikutnya yang berjarak ratusan meter di setapak itu. Karena setiap pohon rindang adalah sebuah kemewahan. Bayangannya yang menutup terikmu, sekalipun hanya untuk beberapa detik, adalah sepotong surga.

Barangkali aku juga bermimpi berdiri mematung, di semaksemak, menghitung berapa banyak kecelakaan terjadi di jalan yang tadi aku lalui. Jalanan dengan laju kendaraan bermotor layaknya lintasan balap, entah itu motor, mobil, truk kecil dan besar ataupun bis antar kota. Jalanan tanpa trotoar, dan, damn!, tanpa bahu jalan. Ya, tanpa bahu jalan! (Bagaimana bisa kalian bangun jalanan tanpa bahu jalan? Apa yang ada dan tidak ada di kepala kalian? Aku tidak sedang bicara mengenai lari. Aku sedang bicara mengenai masyarakat yang seharihari harus berjalan melintas di jalan itu…). 

Atau barangkali aku bermimpi sedang berjalan dan berlari di jalan lurus tak berujung. Di jalan naik turun bergelombang tak rata dengan lubanglubang tak jelas. Di jalan dengan bis dan truk yang tidak peduli. Di jalan dengan pandangan dan sapaan bingung penduduk. The distance runner, a lonely figure on a lonely road… Aku bermimpi ditemani pekatnya gelap malam tanpa cahaya. Ditemani angin bulan Desember yang dingin, yang terus menerus meniup wajah dan tubuhku. Ditemani kabut tipis di ujung tanaman padi di pagi subuhnya. Ditemani kelelahan, ketidakberdayaan, kesedihan, kemarahan, keputusasaan, kesendirian…

On lonely roads and in my empty woods the inner man is becoming visible. There I respond to grass and dirt and fallen leaves. My running is part of sun and shadow, wind at my face, wind at my back. If you saw me, you would see elation, mastery, struggle, defeat and despair. There I reveal sorrow and anger, resentment and fear; fear of the dark and of being lost and alone. ~ Dr. George Sheehan

Barangkali aku bermimpi bertemu satu per satu para penderma, memeluk dan menciumnya. Ya, kalianlah aktornya, kalianlah aktrisnya. Buatku, NusantaRun adalah event berbagi dan pelari hanyalah pemeran pembantunya, pemeriahnya saja. Lalu aku teringat pesan-pesan kalian yang membangkitkan semangat dan terkadang begitu menyentuh. “Jangan lupa ingatin setiap tahun.” “Terimakasih karena sudah dibantu berbuat baik.” “Terimakasih diberi kesempatan membantu anakanak Indonesia.” Coba, adakah alasan untukku tidak berperan dan memberikan yang terbaik? (Oh ya, aku menepati janjiku, menaruh nama-nama kalian di belakang BIBku, di dekat dadaku, sepanjang Cirebon – Purwokerto).

Barangkali aku bermimpi tengah berlari memasuki Balai Kota Purwokerto, setelah menempuh 145K, selama 35 jam lebih. In the beginning the road is a miracle of solitude and escape, in the end it is a miracle of discovery and joy… Ada temanteman yang berlari bersama 12K terakhir menjelang garis finish. Ada temanteman yang menyambut hangat di ujung sana. Ada anakanak sekolah menunggu, memegang gelang manikmanik buatannya, siap memasangkan di pergelangan tanganku. Dan saat itu aku sungguh tahu perjalanan ini bukanlah suatu kesiasiaan…

The child in me knows that I am in a game that will always have a happy ending. That I can enjoy the anxiety leading up to the race, and the tremendous challenge in the running, and the sweetness or bitterness of the ending, knowing that, whatever happens, I am already a hero, a winner. Knowing that in the end, whatever the crisis, there would always be someone to take care of me. ~ Dr. George Sheehan 

Oh ya, aku bermimpi, beberapa bulan setelah malam ini, kami – para pelari, volunteer, keluarga besar NusantaRun, para donatur – tengah berkumpul, saling bergandengan. Kami berkacakaca dan menitikkan airmata. Sementara di depan kami, puluhan anakanak SMP Permata Hati, Purwokerto, saling berpelukan, bersorak riang. (Kalian tidak perlu ikut menangis, Nak, kalian sudah terlalu sering menangis, kan? Kalian tersenyum dan tertawa saja…) Kami semua sedang berkumpul. Kami tengah menyaksikan sebuah sekolah baru, ya sebuah bangunan sekolah baru!

“… They also thought that what their souls experienced was not merely a dream. It was a message from heavens.”

NH

Posted by:Nicky Hogan

Nicky menjalani hidup limapuluh tahun, gemar berlari empatpuluh tahun, merambah alam tigapuluh tahun, bekerja di pasar modal duapuluh tahun, suka menulis sepuluh tahun. Dan inilah tulisannya.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.