Byar!
Gua ambyar. Berkeping-keping melihat garis grafik harga menukik tajam ke bawah, memelototi barisan portofolio kok merah semua, membisu memandang layar yang diam akibat pasar saham dihentikan ketika ambruk lima persen.
Gua manusia. Berdaging dan berdarah, juga. Mimisan membayangkan sampai kapan sayatan luka ini berakhir. Seperti dalam tidur yang gelisah, mimpi jatuh bebas dalam lorong gelap tetapi tak kunjung-kunjung mencapai dasar.
Hanya saja…
Gua ingat. Dari awal, gua selalu diajari untuk membeli perusahaan, dan bukan sekadar membeli saham, sang empunya perusahaan dan bukan sekadar pemerhati kedipan angka harga.
Masih berdirikah perusahaan gua? Masih beroperasikah? Masih? Mungkin masa-masa ini menyulitkan para profesional gua di sana, makan dan tidurnya terganggu, kinerja dan bonusnya menurun, laba dan dividen gua mengecil, atau bahkan nihil. It’s ok, Bros and Sis. Sebagai pemilik perusahaan, gua sangat mafhum. Tetap jaga semangat kerja, tetap pelihara kepercayaan diri, tetap genggam erat confidence.
(“Confidence comes from a latin word fidere’ which means “to trust”; therefore, having a self-confidence is having trust in one’s self.” ~ Wikipedia)
Confidence. Barang langka di pasar, saat ini. Juga dipertontonkan telanjang melalui keputusan dan kebijakan yang panik, dan tak mendidik. Kalau kebijakan “buy back tanpa rups” adalah sebuah pesan optimisme, sebaliknya pembatasan-pembatasan berlebihan laksana kiriman sinyal pertunjukan inconfidence ke pasar. Lihatlah negara-negara maju di seberang sana yang jauh lebih parah terdampak wabah, namun “berani menantang” kejatuhan, mengajarkan kedewasaan. Seperti seorang ayah yang sejak awal mengajarkan anaknya melukis cita-cita dan masa depan, saatnya menjaga tetap stay-focused-and-never-give-up. Menunjukkan dunia realitas, bukan malah menyuruhnya tutup mata dan masuk ke kamar tidur. (Dimana ke-pede-an itu, Kawan?)
Gua pede. Kita semua bisa pede. Kita semua seharusnya pede. Berdarah-darah dan jatuh bebas tanpa tahu seberapa dalam dasarnya sekalipun, gua gak putus harapan, gak perlu bersembunyi di balik selimut. (Boleh aja dibilang kepala batu, kankah “the universe always falls in love with a stubborn heart”.)
Belajarlah mengajari investor untuk tidak ambyar, dan bukan malah sebaliknya membuat pasar semakin tambah ambyar.
Byar!
NH