Satu hari nanti aku akan mengingat Kendal

Tentang matahari sorenya yang menyengat, saat melepas langkah pertama pelari, dari pendopo, pukul tiga, Sabtu empat Maret duaribuduapuluhtiga

Rintik gerimis hujan senjanya yang hanya sebentar, mengecoh, namun cukup untuk mendinginkan tubuh, membasahi aspal dan sepatu, melukai telapak kaki

Bulannya yang purnama, guratan remang tersaput awan, tak mampu mengalahkan gelap malam, di antara hutan hening bisu yang menggentarkan

Jalanan aspal dan betonnya yang naik turun, dan bebatuan keras, ke Curug Sewu, yang memeras keringat, menyesakkan dada, menyakiti paha dan lutut

Sepoinya hembusan angin siang kaki gunung, di antara bukit dan kebun, di antara mendung dan matahari yang terus bertarung merebut perhatian para pelari

Dan aku akan mengenangnya


Satu hari nanti aku akan bercerita tentang Satu Kata: Peduli

Tentang si empunya hajatan, meneruskan pesan orang tuanya, yang mengerti bagaimana caranya mengembalikan sebentuk kebaikan kepada sesama

Yang lantas direalisasikan oleh orang-orang baik hati yang peduli, menyiapkan segalanya maksimal, tak rela menelantarkan pelari bertarung di jalan, duapuluhenam jam

Para marshall yang setia berjaga di simpang jalan, di guyuran hujan, di gelap malam, di sunyi hutan, di terik matahari, lalu lalang, dan menyapa, “Baik-baik saja? Perlu apa?”

Para petugas water station di setiap lima kilometer, di sepanjang 109K, di tiga check point, yang ramah dan sigap, “Minuman dingin, hangat? Buah, camilan, popmie, nasi?”

Para fotografer di banyak spot, mengerahkan kamera terbaiknya, kemampuan tertingginya saat menghentikan sang waktu, untuk bekal cerita ke anak cucu

Anak-anak bersepeda riang, mengiringi sore basah usai hujan, melintas jalan layang di atas toll yang lengang, dan bertanya “Curug Sewu di mana?” (“Jauh Nak…”)

Bapak pengendara motor yang menyapa, ramah dan serius, “Curug Sewu? Tak bonceng, ya”, dan bapak yang menaruh minuman gelas di depan warungnya, “Silakan, diambil saja”

Ibu-ibu dan anak-anak kecil berwajah ceria berbaris di pinggir jalan, bersorak memberi semangat, menyodorkan tangan untuk dibalas (karenanya semesta berbahagia)

Dan aku akan merindukannya


Satu hari nanti aku akan membayangkan anak-anak difabel

Yang duduk di kursi roda di garis finish, yang berjuang menyodorkan dan membuka telapak tangan lemahnya untuk menggenggam jabatan tangan pelari

Yang duduk di kursi roda di garis finish, yang jari-jari mungilnya menggapai-gapai hendak menyentuh wajah pelari yang berlutut di hadapannya

Yang masing-masing menitipkan pesan, pada tulisan tangan, untuk satu per satu pelari, “Teruntuk kakak, terima kasih banyak atas kepedulian kakak kepada kami semua…”

Dan aku akan bertanya
Dimanakah anak-anak itu sekarang?

*SatuKataPeduli3, Kendal, 4-5 Maret 2023

Credit photos: Team Photographer SKP3

NH

Posted by:Nicky Hogan

Nicky menjalani hidup limapuluh tahun, gemar berlari empatpuluh tahun, merambah alam tigapuluh tahun, bekerja di pasar modal duapuluh tahun, suka menulis sepuluh tahun. Dan inilah tulisannya.

8 replies on “SATU HARI NANTI

  1. Merindingggg…panutanku, manusia yang penuh keseriusan namun dibalut canda. Manusia forever young 🤟. Sehat selalu om nikki agar kita2 selalu dapat wejangan di jalur setapak penuh rintangan🙏🤘🍻.

    Like

  2. Terima kasih untaian kata yang dibalut lelucon menggelitik ini Kak.
    Jujur, salut sekali dengan Kak Nicky, masih semangat berlanjut hingga menyelesaikan tugas charity run-nya dengan matahari yang menyengat saat menuju finish line.

    Sehat-sehat selalu, Kak Nicky. Semoga bisa ketemu lagi di lain kesempatan. GBU 🫶🏻

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.