Hari-hari ini ketika sisi dunia pasar modal yang satu tengah dikepung dan digempur bertubi-tubi berbagai berita miring dan negatif, dimulai menjelang akhir tahun lalu sejak merebak kasus yang menimpa beberapa manajer investasi; yang gagal bayar, yang menjanjikan keuntungan-pasti, yang menyalahi aturan-aturan yang seyogyanya dipatuhi. Tak lama berselang menyusul segera cerita bergugurannya “saham-saham gorengan” (istilah lama yang selama ini terkesan tabu dibicarakan di luar arena, tiba-tiba menjadi kata yang enteng saja untuk dilontarkan) ke level harga pasar reguler terendah, menyeret rontoknya nilai aktiva bersih puluhan reksadana saham, turun lebih dari separuhnya, investasi investor hanya tersisa setengah, di tengah indeksnya yang baik-baik saja. Hingga skandal gurita raksasa, Asuransi Jiwasraya, dengan angka-angka kerugian mencengangkan dalam bilangan triliun rupiah, menyisakan dugaan keterlibatan banyak pihak. Pandangan sinis, kerutan dahi, cibiran bibir, dan telunjuk hitam seolah diarahkan dengan penuh emosi dan tendensi ke dunia mentereng bernama pasar modal itu. Lihatlah, dunia yang satu itu, dunia yang seolah mewakili seluruh tabiat terburuk manusia. Kejahatan, kelicikan, kebodohan, kebohongan, keserakahan, kecongkakan, ketidakpedulian, ketidakpernahpuasan, intrik, egoisme, rekayasa, tipu muslihat, patpat gulipat. Sifat dan karakter yang tidak memandang status penyandangnya di dalam sana, dari pemilik usaha dengan harta berlimpah-limpah, hingga anak-anak pemula bau kencur yang gelap mata. Pemuja dan hamba uang, dalam berbagai kedok dan topeng, dalam berbagai atribut. Dunia yang mengajarkan merampok, dan kalau tidak mampu, mencuripun sah-sah boleh juga. Dunia tipu daya, yang salahmu adalah keuntunganku, keteledoranmu adalah keberuntunganku, kelalaianmu adalah incaranku. (“Seorang investor legendaris menyebutnya sebagai mesin pemutar uang.”) Dunia yang penuh kecurigaan (abaikan dulu “my word is my bond”), bersiap tawuran massal, siapa kawan siapa lawan, kawan jadi lawan, lawan ya tetap lawan, siapa cepat dia selamat, gue gue lu lu, siapa lu. Cerita dan modus kejahatan yang terus berulang dan diulang-ulang, the same old story, tanpa pembelajaran, tanpa perlu banyak kreativitas baru, toh lebih dari cukup untuk terus memakan korban, membuat tidur tak nyenyak, makan tak terjamah, airmata jatuh berminggu-minggu, di antara obat penenang berdosis-dosis. Belahan dunia kelam seperti kota Gotham di The Black Land dengan rombongan besar The Death Eaters gentayangan.
Sementara di belahan dunia yang lain.
Bumi tetap berputar pada porosnya, gravitasi tidak pernah mengkhianati, matahari dan bulan saling mengantri.
Dunia usaha dan perusahaan beroperasi semestinya, harga sahamnya bergerak sebenarnya, tanpa ada yang perlu ditakuti, karena tidak ada dengki dan kebaikan dijunjung tinggi. Yang ada hanya kejujuran, keterbukaan, kewajaran. Memang itulah nama permainannya.
Musim silih berganti, hanya untuk menumbuhkan alami, bunga-bunga yang semerbak mewangi dan sebatang pohon agar semakin berisi. Sebatang pohon rimbun dengan duapuluhsatu lembar daun hijaunya. Itulah hakiki.
NH