“Everything, even a tiny flower, has a story worth telling.” ~ Prakhar Sahay

Pagi masih buta. Langit masih gulita. Hanya ada purnama yang bulatnya sudah tidak lagi sempurna. Di antara udara yang hangat dan kendaraan yang sesekali melintas, sekitar empat puluh pelari berdoa di pinggir jalan aspal, Loa Janan, Samarinda. Berharap kelancaran dan kebaikan semesta saat mengayun kaki menuju Samboja, di titik yang dikenal dengan RM Tahu Sumedang-nya, sekitar separuh perjalanan menuju kota Balikpapan. Pukul 05:21, arloji-arloji lari mulai ditekan, start.

Setelah Barelang, Takengon, Makassar-Maros, ini kali keempat Indonesia Ultra 100 mengadakan ekshibisi, langkah-langkah kecil awal merangkai idealisme dan impian besar menyambut Indonesia Emas di tahun 2045 nanti. Sekali ini, rute SamBal (Samarinda-Balikpapan), walaupun hanya porsi setengah, menempuh 50K untuk target 8 jam. Sembilan pelari dari Jawa, bergabung dengan teman-teman yang antusias dan sungguh supportif dari komunitas lari daerah di Kalimantan Timur itu.

Ya supportif, water station yang direncanakan setiap 5K, namun sepanjang jalan selalu ada mobil support di antaranya, minimal lengkap dengan minuman dingin. Teman-teman yang tampaknya sudah mengantisipasi skenario yang bakal terjadi, mengingat ini Kalimantan, jalur khatulistiwa. Yang bumi di bawahnya kaya dengan mineral, yang perlahan mendidih ketika matahari menanjak naik ke atas kepala. Pelari cepat dipersilakan melesat, sedangkan pelari lebih pelan baiknya menyesuaikan dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing. Aku adalah kelompok kedua.


Bulan belum juga beranjak pulang, ketika langit mulai terang, biru khas Kalimantan dengan awan-awan putihnya. (Mas Rahmat yang bertahun-tahun dinas di pulau ini bilang, melihat langit Kalimantan selalu ngangenin. Aku membatin, “When I look to the sky I know I miss something.”) Biru, tetapi mematikan. Hanya sepuluh kilometer pertama saja, sudah cukup membuat sekujur tubuh basah, kaos dan celana yang kuyup, sementara keringat terus mengalir deras hingga ke kaos kaki dan sepatu.

Baiknya, dan bersyukurnya, perjalanan ngaspal berikutnya -sepanjang rute hingga finish- adalah berlari bersama, berduet ditemani “Kuch” Ardi, pelatih salah satu komunitas lari. “Anak” Priok, Jakarta yang terdampar merantau berkarier di satu perusahaan leasing di Kalimantan, sembari mengisi hari-hari senggangnya melatih. Dan sederet cerita lainnya…

Sementara langkah demi langkah terus berganti. Rolling hilly, naik turun dan berkelok-kelok, hampir sepanjang jalan. Lintasan aspal yang miring di garis pinggir marka, tanpa bahu jalan di sebagian besar rute, menguras lebih banyak kekuatan dan kestabilan otot-otot kaki ketika mendarat, selain mata dan kepala yang harus terus menjaga konsentrasi.

Kalimat-kalimat mengalir tentang masa kecil memulung dan berjualan koran, tanpa sepengetahuan orang tua. Tentang keluarga besar yang nyaris semuanya atlit, walaupun sekelas daerah. Tentang bedanya capaian waktu para pelari nasional, dulu dan sekarang. Tentang lari jarak pendek, menengah, dan jauh…

Kendaraan mulai ramai, truk-bis-mobil dan motor pribadi, silih berganti melintas di jalan yang dulunya adalah andalan yang menghubungkan kedua kota utama tersebut, sebelum jalan toll dan bandara di Samarinda akhirnya rampung. (Untungnya supir-supir di sini tidak sekejam sejawatnya di Jawa yang tega memepet pelari di garis marka hingga melompat keluar dari aspal, dan juga lebih sabar untuk tidak membunyikan klakson kencang yang memekakkan telinga dan menaikkan heart-rate.)

Kata-kata terus bergulir mengisahkan tentang rumah masa lalu yang begitu buka pintu sudah berhadapan dengan jalanan, tentang ucapan satu saat bisa memiliki rumah yang lebih ideal. Tentang memandang penuh keinginan mobil yang diiklankan di jalan raya dan harapan nantinya punya mobil sendiri. Tentang memiliki keluarga, dan mimpi bersama istri dan anak-anak…

Basuhan air dingin di wajah dan guyuran di kepala di setiap perhentian, “mandi muluu”, melegakan sesaat. Menaruh keping-keping es batu di tengkuk dalam balutan buff yang melingkar di leher, sedikit menghibur tubuh yang kepanasan. Pun ketika memasuki area Bukit Soeharto, selepas KM30, dengan barisan pohon-pohon, lebih rindang, namun tidak mampu menahan gempuran panas. Pisang dan semangka adalah penahan lapar dan penyambung tenaga, yang larut bersama keringat yang jatuh ke aspal dan yang terurai menguap ke angkasa.

Ada cerita tentang Samsul Anwar yang dalam kekurangannya namun bisa menjadi petinju dunia. Juga tentang seorang Ardi yang terlahir lemah fisik, pada akhirnya mampu menjadi juara nasional. Tentang ucapan, harapan dan mimpi tadi, yang semuanya telah terwujud. Rahasia semesta. “Kelemahan dan kekurangan kita adalah kelebihan yang tersembunyi.” Kebaikan semesta.


Matahari tengah terik-teriknya, pukul 12:47, melihat teman-teman yang bergerombol ramai di depan, RM Tahu Sumedang terbaca jelas, saatnya mengayunkan langkah-langkah akhir, menyelesaikan perjalanan di Samboja. Aku membuka tutup botol air mineral yang menghangat di genggaman, mengguyurnya ke topi putihku, mengalirkan rasa nikmat atas selesainya satu babak baru runventure, di bawah langit biru Kalimantan yang ngangenin, tanah kelahiranku.

Menyelesaikan petualangan lari jauh ke sekian, lalu menggoreskannya dalam sebuah tulisan, adalah ibarat sekuntum kembang mungil -yang kepanasan di jalan- yang akan tetap menarik untuk diceritakan kembali.

“Ada semesta untuk setiap keputusan yang kita ambil, dan ada semesta untuk setiap keputusan yang tidak kita ambil.”

Credit foto: @krisna_ezar @iqbalfadel @ff_photography3 @gusti_zoran @bomapranata @whtvrun @candrawnt @dickojaya @melani.rohi

NH

Posted by:Nicky Hogan

Nicky menjalani hidup limapuluh tahun, gemar berlari empatpuluh tahun, merambah alam tigapuluh tahun, bekerja di pasar modal duapuluh tahun, suka menulis sepuluh tahun. Dan inilah tulisannya.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.