Kantuk dan udara dingin November di luar adalah dua hal utama yang harus dilawan di awal hari. Osaka berselisih dua jam lebih maju dari Jakarta. Bangun pukul 05:30, sama dengan pukul 03:30 Jakarta, zzz… Persiapan pagi dan sarapan, pukul 7 sudah harus beranjak dari hotel. Menempuh perjalanan dengan kereta bawah tanah yang Minggu pagi itu melompong, sekitar 30 menit, termasuk berjalan kaki 10 menit memasuki area start. Masih ada sekitar satu setengah jam menjelang bendera start dikibarkan, 10 derajat Celcius, brrr…

Osaka Marathon, walaupun bukan merupakan salah satu World Major Marathon, namun peminatnya ternyata membludak, lebih dari 30 ribuan. Jadilah para pelari dibagi-bagi dalam beberapa gelombang (sesuai isian kecepatan lari) dan aku kebagian di huruf G. Berkumpul dengan ribuan pelari di wave ini, yang tak satupun aku kenal (ya iyalah…). Udara masih dingin, mengundang panggilan alam untuk segera ke toilet, buang air kecil. Duh, antrian panjang ternyata. Dan semakin lama semakin panjang, melingkar mengular. Semua berbaris rapih, dan kerennya, ada beberapa petugas yang mengatur barisan, hingga yang berjaga di depan toilet, mengarahkan ke kotak-kotak portable yang telah kosong. (Arigato gozaimasu, kepada petugas yang “rela” hanya untuk tugas itu.)

Ini akan menjadi marathon kedua puluh satuku. Setelah dua tahun lebih tidak pernah lagi berlari marathon sub5 (di bawah 5 jam), aku tidak berani mentargetkan apapun. Persiapan tanpa program latihan khusus, hanya mengandalkan lari pagi dan sore di harihari senggang, dan lari sedikit jauh di akhir pekan. (Dan berharap dari “tabungan mileage” beberapa ultra marathon dalam tiga bulan terakhir.) Cukup finish strong, cantik, tidak cidera, dan tidak digaruk bus sweeper di setiap cut off point saja.

Sepuluh kilometer pertama, dengan pace rata-rata 6:30, berjalan baik. Jauh lebih baik dari latihan rutin 10K di Monas dan GBK Senayan yang biasanya berakhir ngosngosan. Demikian pula, setelah 20K dan melintas di garis penanda half marathon, 21K. Tepat 2 jam 15 menit. Masih dengan pace konsisten, sambil terus berharap semoga semua tetap berjalan baik.

Mulai kilometer duapuluhenam, aku mulai waswas. Katanya ada “tembok”, dan biasanya pelari “nabrak tembok” di sini. Semacam istilah untuk kelelahan secara fisik – dan mental – dan pelari biasanya memutuskan untuk berhenti, atau minimal mulai berjalan kaki. Berapapun banyaknya lomba marathon yang telah dilalui, marathon tetaplah marathon. Untukku, pelari paspasan, hit the wall bukan sekali dua kali saja, dan seringkali diakhiri dengan kombinasi berjalan kaki. Dan benar saja, otototot paha bagian bawah kiri kanan mulai terasa sedikit menarik, mulai mengencang.

Selain soal fisik, marathon is about mind games. Malam sebelumnya – aku tahu aku butuh itu – aku sempat membuka kembali buku kecil yang kubawa, yang mengajarkan tentang “perhatian penuh”. Jangan melawan rasa sakit, jangan menghindar dari rasa sakit. Rasakanlah. Menyatulah. Bertemanlah.

“Make friends with pain, and you will never be alone.”

Aku mulai mencoba perhatian penuh itu, berlari menunduk hanya memperhatikan garis putih marka jalan panjang lurus. Dalam kelelahan, biasanya konsentrasiku adalah napas masuk dan keluar, dan hitungan satu hingga sepuluh berulang-ulang. Kali ini aku mencoba juga fokus ke kedua pahaku. Merasakan tarikan kencang ototototnya. Merasakannya. Menyatu. Kami berteman. Sepanjang jalan. Aku dan pahapahaku. It works. I am not alone.

Teriakan “Gambatte” sepanjang jalan 42K serasa tidak pernah berhenti. Kota yang serius menyelenggarakan dan warga yang gembira menyambut sebuah event marathon internasional. Segala umur, segala profesi, segala volume suara, segala hiburan, segala aura positif, segalagalanya. Banyak teriakan di luar kalimat “good luck” itu yang tidak aku mengerti. Tentu saja. Jadi hanya turut menikmati (sangat) keriuhan warga Osaka saja, tanpa berani membalas. Repot nanti. Aku hanya sempat membalas tepukan tiga anak disabilitas yang berjejer di kanan jalan. Serta melambai balik, dalam takjub, ke deretan beberapa manula yang duduk di kursi roda di pinggir jalan, menyemangati para pelari melintas.

Melewati tanda KM35, masih konsisten dengan pace yang sama sejak awal, aku berulang kali bersyukur. Thanks God! Aku tahu, dengan berjalan kaki ke finish line sekalipun aku masih dapat mencatatkan waktu di bawah 5 jam. Akhirnya. Yeay! Tapi please don’t dong. Let’s see what can we do now. Pertama, cari toilet. (Menahan “pee” sejak KM awal bukanlah ide bagus dan sehat. Tetapi karena setiap kali melintas toilet, terlihat antrian panjang pelari, apa boleh buat. Maafkan.) Toilet yang ini aman, hanya satu dua pelari yang antri. Beres! Berikutnya, yang satu ini terlalu sayang untuk dilewatkan. Menikmati deretan panjang aneka macam jajanan khas Jepang tersaji di meja yang telah disiapkan panitia. Gratis tanpa kasir. Oishii! (Kenapa juga nih tangan cuma ada dua?)

Ujian terakhir adalah KM 38, di depan mata tampak jalanan lurus menanjak, layaknya elevasi jembatan simpang susun Semanggi itu. Tanjakan! Jalani saja? Jalan saja? Sub5 sudah pasti, kan? No! Tidak. Kapan terakhir kali kamu berlari marathon tanpa berjalan sama sekali, Nick? Tiga tahun lalu? Empat tahun? Biarkan aku merasakan kembali rasa yang telah lama hilang itu. Jiah!

Berlari naik perlahan, sambil terus mengayunkan kedua lengan, dan di ujung tanjakan, aku menarik napas lega. Sangat lega. Menghirup dalamdalam nikmat kesenangan dan kebahagiaan itu. Banyak hal kembali aku dapatkan. Fisik, dan terutama mental. Mungkin.

Lima langkah ketika selesai melintas garis finish, aku berbalik, memandang pelaripelari yang tengah mendekati finish, menghadap kembali ke lintasan yang tadi baru saja kulalui. Aku membungkuk. Ookini Osaka…

NH

Posted by:Nicky Hogan

Nicky menjalani hidup limapuluh tahun, gemar berlari empatpuluh tahun, merambah alam tigapuluh tahun, bekerja di pasar modal duapuluh tahun, suka menulis sepuluh tahun. Dan inilah tulisannya.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.