“Gua gak mau rugi, makanya gua gak jadi investor.”
“Gua juga gak mau rugi, makanya gua jadi investor.”
Ketika melihat ada antrian nasi bungkus gratis, kita mungkin berpikir, gua gak mau rugi ah, lalu ikut antri. Padahal kalau kita tidak ikut antri, apakah kita sesungguhnya beneran rugi? Jawabannya bisa dua, ya dan tidak. Ya, kalau kita melihat ada peluang (nasi bungkus gratis) yang mestinya bisa diraih, di depan mata, dan kita lewatkan begitu saja. Tidak, kalau kita mengartikan rugi sebagai hilangnya atau berkurangnya kepemilikan yang ada di kita. Lha, gak dapat nasi bungkus gratis kan gak mengurangi apapun di diri kita.
(Ngomong-ngomong, mungkin cara berpikir para koruptor begitu juga kali ya? Cara berpikir pertama di atas. Rugi kalau tidak korupsi, ada peluang di depan mata gitu. Padahal “nasi bungkus”nya gak gratis lho, Bapak Ibu. Huh!)
Ketika ada pertanyaan, kenapa tidak juga berinvestasi sampai saat ini?, seorang teman menjawab, gua gak mau rugi. Pasti yang dimaksud adalah yang kedua, tidak mau hartanya berkurang. Bukan cara pikir yang pertama. Tapi, tunggu. Bukankah sesungguhnya dia juga rugi yang pertama? Kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan, “nasi bungkus gratis” kita? Tidak mau rugi yang kedua, tetapi sebenarnya rugi yang pertama. Gua gak mau rugi padahal gua rugi. Gua rugi gara-gara gua gak mau rugi. Argh, njlimet.
Happy weekend!
NH
LOL. Ngakak bacanya. Soalnya pernah begitu juga >.< invest takut rugi, tapi pas belanja kok nggak pernah mikir gitu. *tepok jidat* *jidat tetangga*
LikeLike
Njlimet memang. Bukan investnya, tapi kitakitanya 😂
LikeLike
Ko ngakak sih wkwk
LikeLike
Padahal nulisnya serius 😀
LikeLike