Anda mungkin pernah mendengar cerita ini. Telur Columbus. “Dalam ceritanya, suatu hari, Christopher Columbus menghadiri sebuah acara jamuan makan di mana ia akan mendapatkan penghargaan dari seorang Spanyol. Pada saat itulah, seseorang tiba-tiba melecehkan penemuan Dunia Baru oleh Columbus dengan mengatakan bahwa setiap orang pun dapat menemukan dunia itu. Menghadapi cercaan itu, Columbus kemudian menantang semua orang yang hadir dalam acara tersebut untuk membuat telur berdiri tanpa memegangnya. Banyak orang mencoba tantangan Columbus tersebut, namun gagal. Mereka kemudian berpendapat bahwa mustahil membuat telur berdiri tanpa memegangnya. Colombus kemudian mengambil sebuah telur, sedikit memecahkan bagian bawah telur itu, kemudian menaruhnya; telur itu pun berdiri tanpa dipegang olehnya.
Columbus kemudian berkata bahwa hal tersebut adalah “hal paling sederhana di dunia. Setiap orang dapat melakukannya, setelah orang itu ditunjukkan bagaimana caranya!” (Sumber: Wikipedia)

Beruntunglah Columbus karena saat itu aku tidak hadir. Selasa kemarin, aku berhasil mendirikan sebutir telur tanpa memegangnya. Dan terlebih, tanpa memecahkan bagian bawahnya. Kalau saja Columbus hadir, dia pasti akan tercengang-cengang. Di dalam bangunan, tempat berdiri kokoh Tugu Khatulistiwa di Kota Pontianak, sekitar pukul 3 sore, di lantai tangga berundak, aku duduk penuh konsentrasi, sambil nemegang sebutir telur. Petugas di dekatku memperhatikan, dan berujar, “Gunakan dua tangan.” Aku anak penurut, dan dalam hitungan kurang dari satu menit, aku melakukannya. Yeaayyy! Aku takjub. (Kok bisa ya?) Columbus saja tricky, dan dia pasti tidak pernah tahu bahwa telur memang benar-benar bisa berdiri. Di sini. Di Khatulistiwa. (Columbus pasti tidak perlu tricky seandainya waktu itu yang ditemukannya bukan Benua Amerika, tetapi Pulau Borneo.)

Selasa pagi itu, subuh, dalam perjalanan ke bandara, jadwal penerbangan 05:30 Jakarta – Pontianak, aku menerima sms yang mengabarkan perubahan jadwal ke 08:20. What?! Penerbangan subuh, first flight, direskedul macam begitu, dengan pemberitahuan hanya kurang dari 2 jam sebelum take off? Mereka tidak mungkin tidak mengerti kenapa banyak penumpang bela-belain bangun subuh mengambil penerbangan pertama, kan? (Argh GA, katanya langganan peraih The Best?!). Beruntung ada penerbangan lain (dengan usaha sendiri), sehingga jadwal peresmian galeri investasi pagi itu di Politeknik Negeri Pontianak tetap bisa on schedule. (Hanya kehilangan kesempatan sarapan pagi langgananku di Pontianak, sate lontong. Lapar. Argh, kamu!).

Makan siang sop ikan “A Hian” yang tak ada duanya (“Must try before you die”) berhasil mengobati kekecewaan dan lapar pagi itu. Lalu ngopi (plus camilan talas goreng dan selai srikayanya yang yummy) di De Soedoet, tempat mangkalnya investor Pontianak. Selanjutnya berangkat ke Singkawang, untuk bermalam di Kota 1000 vihara itu. Sempat mampir di Tugu Khatulistiwa, menegakkan telur seperti cerita di awal tadi, plus di perjalanan berhenti sejenak, menyaksikan sepotong senja yang mataharinya terbenam tergesa-gesa. Namun tetap cantik. Selalu.

Keesokannya, Rabu 9 Mei 2018, akan menjadi catatan tersendiri, untuk Bursa Efek Indonesia (BEI) dan untukku pribadi. Pagi-pagi melanjutkan perjalanan ke Sambas, sekitar satu setengah jam. Peresmian galeri investasi dan seminar pasar modal di Politeknik Negeri Sambas berjalan lancar. Dilanjutkan bersampan menyeberangi anak sungai Sambas, menuju Pasar Sekura, Kecamatan Teluk Kramat untuk peresmian galeri investasi di Koperasi Citra Astra Mandiri. Dan inilah catatan untuk BEI. Galeri investasi pertama bekerjasama dengan sebuah koperasi. Menambah lagi varian galeri investasi yang dibuka oleh Bursa, setelah sebelumnya bekerjasama dengan perguruan tinggi, pasar tradisional, hotel, kedai kopi, kantor emiten, kantor kecamatan, kantor PKK, dan rumah sakit. Catatan khusus lainnya untuk BEI adalah bahwa kedua galeri investasi ini jaraknya begitu dekat dengan perbatasan Indonesia ke Malaysia, sekitar satu jam perjalanan darat. Menjadikan “galeri kembar” ini sebagai “galeri investasi terluar” (dalam konteks dekatnya dengan garis batas negeri ini) yang berdiri. Mungkin judulnya begini, “Galeri Investasi Bursa Efek Indonesia Telah Merambah Hingga ke Perbatasan”.

Lalu catatan untukku sendiri. Setelah 40 tahun meninggalkan kampungku, Sekura, aku akhirnya kembali untuk berbuat sesuatu. Sesuatu yang positif untuk Sekura dan Sambas. “Hari ini aku kembali untuk membuat Anda semua menjadi lebih sejahtera, lebih kaya”. Aku sudah merambah Banda Aceh hingga Merauke, Bitung hingga Maumere. Ratusan kota besar dan pelosok negeri. Dan hari ini giliran Sekura dan Sambas, tempat aku mandi di sungainya, bermain di atas tanahnya, dan minum dari air hujannya.

Sore itu, di atas sampan yang melaju antara Sekura ke seberang Sambas, aku berdiri. Memandang kembali deretan rumah-rumah di atas air sepanjang pinggiran sungai. Entah kapan aku akan kembali lagi. Columbus mungkin benar, yang kulakukan hari ini adalah hal yang sederhana, sangat sederhana dan setiap orang pasti dapat melakukannya. Tetapi paling tidak hari ini aku telah mencoba memberikan yang terbaik dari diriku, untuk kampung halamanku. Aku tidak durhaka. Dan di atas sampan itu, aku tidak berubah menjadi batu.

NH

Posted by:Nicky Hogan

Nicky menjalani hidup limapuluh tahun, gemar berlari empatpuluh tahun, merambah alam tigapuluh tahun, bekerja di pasar modal duapuluh tahun, suka menulis sepuluh tahun. Dan inilah tulisannya.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.