Anakku,

Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Salam yang luarbiasa ya. Dan untuk menjadi bahagia, tampaknya gampang-gampang susah, atau juga susah-susah gampang. (Tergantung banyakan kata “gampang” atau “susah”-nya.)

Benarkah kita bahagia karena jabatan naik, karena rumah baru, karena kekasih pujaan? Karena benda-benda itu? Perhatikan mereka yang tetap tidak bahagia, regardless apapun yang telah dipersembahkan dunia. Dan perhatikan pula mereka yang selalu (relatif) bahagia, apapun yang silih berganti menimpanya.

Ataukah sebenarnya ini semua hanya karena sensasi? Hanya semata sensasi? (Aku jadi teringat tulisan “Ibu Mungkin Benar”.)

Anakku,

Ingat buku yang telah selesai kamu baca? Kebahagiaan itu, pada akhirnya, sangat tergantung kepada orang pribadi. Kembali ke masing-masing, kembali ke seberapa “mujur” dia dilahirkan. Bukan mujur karena lahir di keluarga kaya-raya (walaupun kaya-raya pastinya juga bukan jaminan kebahagiaan), namun mujur sebaik apa kandungan biokimiawi di dalam tubuhnya. Berbagai zat biokimiawi seperti serotonin, dopamin, dan oksitosin, yang didukung oleh sistem kompleks saraf, neuron dan sinapsis, yang dibentuk oleh jutaan tahun evolusi. (Istilah-istilah asing yang baru pertama kali kudengar juga.)

Mujur terlahir dengan sistem biokimiawi ceria, selalu bahagia di atas rata-rata garis rasa, pun tetap (cukup) bahagia di antara kungkungan psbb, keterpurukan pasar saham, keterasingan hidup. Atau apes terlahir dengan sistem biokimiawi suram, selalu tidak bahagia di bawah rata-rata garis rasa, dan tetap tidak bahagia sekalipun hidup berkelimpahan, wajah cantik rupawan, jagoannya menang pemilu (apalagi kalah?!). Para suramers, bahkan, yang pagi hari dikabari dapat undian perjalanan ke bulan, siang hari berhasil menemukan vaksin covid-19, sore hari seluruh sahamnya auto-reject-atas, malam hari dilamar artis idolanya – tetap saja tidak mampu membentuk suka cita luar biasa. Apapun yang terjadi.

Anakku,

Tentu saja suasana hati setiap saat bisa berayun naik-turun, namun pada akhirnya akan selalu stabil di garis rasa kita. Atau mungkin kebiasaan kita. (Mungkin juga sebaliknya, kebiasaan ceria-suramlah yang menentukan zat biokimiawi seseorang, terlepas seberapa mujur atau apesnya dia. Dan mungkin juga sebaiknya, kebiasaan menjaga-memelihara rasa bahagia, dan zat biokimiawi di dalam diri kita akan senantiasa berevolusi karenanya.)

Salam bahagia,

Ayah

Posted by:Nicky Hogan

Nicky menjalani hidup limapuluh tahun, gemar berlari empatpuluh tahun, merambah alam tigapuluh tahun, bekerja di pasar modal duapuluh tahun, suka menulis sepuluh tahun. Dan inilah tulisannya.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.