SURAT UNTUK ANAKKU (22)

Awal bulan ini seorang pemuda tunet pemijat berbagi cerita denganku. Baginya, hidup hanya ada gelap dan terang, siang dan malam. Ya, hanya itu, Nak. Namun hidup tidak terpaku di dua sisi itu. Di balik gelap dan terang itu, dia punya banyak cerita. Tentang rambutnya yang dibiarkan gondrong terikat rapih dan tentang otot-otot kekar kaku yang disentuhnya. Tentang tempat tinggal sekaligus tempat prakteknya yang melompong dari perabot-perabot, yang berguncang setiap kali bus dan truk besar melintas kencang, di Jalur Pantura, di Kota Kendal, Jawa Tengah. Juga cerita tentang kampung halamannya, rindangnya pohon, kicauan burung, sejuknya angin perbukitan yang tiupannya menggoyang pelan jembatan gantung yang sering dilaluinya.

Read More

SURAT UNTUK ANAKKU (20)

Benarkah kita bahagia karena jabatan naik, karena rumah baru, karena kekasih pujaan? Karena benda-benda itu? Perhatikan mereka yang tetap tidak bahagia, regardless apapun yang telah dipersembahkan dunia. Dan perhatikan pula mereka yang selalu (relatif) bahagia, apapun yang silih berganti menimpanya.

Read More

SURAT UNTUK ANAKKU (19)

Bumi tidak pernah bersalah. Ibu-Bumi tidak pernah marah. Mother-Earth tidak pernah menghukum. Juga hari-hari ini, ketika wabah membawa kematian tiada henti di seluruh penjuru bumi. Bumi tetap bumi yang sama, yang mengasihi, yang apa adanya, yang mengalir di jalur airnya. Kecantikan ketampanan kepintaran kitalah yang telah membutakan, keegoisan ketidakpedulian kesombongan kitalah yang telah menciptakan; bencana demi bencana.

Read More