SURAT UNTUK ANAKKU (23)

Ayah salah karena berpikir bahwa isu ODGJ -dalam foto dan tulisan- akan menarik orang-orang untuk mengetahui lebih jauh. Nyatanya, Ayah naif. Apa kepentingannya orang-orang dengan isu itu? Apa perlunya orang-orang menengok buku “mewah” yang dicetak susah payah itu? (Lain ceritanya dengan SupirOnLine -yang nyambi di antara shift kerjanya di restoran fast food- yang minggu lalu mengantarkan Ayah, ketika mendengar kata ODGJ di percakapan Ayah di HP, dia lantas bercerita tentang abangnya yang juga “sakit”, dua kali sempat masuk RSJ Grogol, rutin merawat -diselingi paksaan dan rayuan- agar Abangnya mau minum obat, di tengah penyakitnya yang tak kunjung sembuh.)

Read More

SURAT UNTUK ANAKKU (22)

Awal bulan ini seorang pemuda tunet pemijat berbagi cerita denganku. Baginya, hidup hanya ada gelap dan terang, siang dan malam. Ya, hanya itu, Nak. Namun hidup tidak terpaku di dua sisi itu. Di balik gelap dan terang itu, dia punya banyak cerita. Tentang rambutnya yang dibiarkan gondrong terikat rapih dan tentang otot-otot kekar kaku yang disentuhnya. Tentang tempat tinggal sekaligus tempat prakteknya yang melompong dari perabot-perabot, yang berguncang setiap kali bus dan truk besar melintas kencang, di Jalur Pantura, di Kota Kendal, Jawa Tengah. Juga cerita tentang kampung halamannya, rindangnya pohon, kicauan burung, sejuknya angin perbukitan yang tiupannya menggoyang pelan jembatan gantung yang sering dilaluinya.

Read More

SURAT UNTUK ANAKKU (20)

Benarkah kita bahagia karena jabatan naik, karena rumah baru, karena kekasih pujaan? Karena benda-benda itu? Perhatikan mereka yang tetap tidak bahagia, regardless apapun yang telah dipersembahkan dunia. Dan perhatikan pula mereka yang selalu (relatif) bahagia, apapun yang silih berganti menimpanya.

Read More