“Di dunia ini, lebih banyak manakah, orang yang serakah atau orang yang lugu?”
Hari Jumat lalu, 3 Juli 2020, kanal BeritaSatu.com memuat berita dengan judul: “Rentenir Online dan Investasi Bodong Menjamur di Tengah-tengah Covid-19”.
Disebutkan, selain kegiatan fintech peer to peer lending ilegal, Satgas Waspada Investasi OJK juga menghentikan 99 kegiatan usaha yang diduga melakukan kegiatan usaha tanpa izin dari otoritas yang berwenang dan berpotensi merugikan masyarakat (atau sering kita kenal dengan istilah investasi bodong).
Ketua Satgas, Tongam L Tobing, mengatakan penawaran usaha ilegal ini sangatlah mengkhawatirkan dan berbahaya bagi masyarakat karena memanfaatkan ketidakpahaman masyarakat untuk menipu dengan cara iming-iming pemberian imbal hasil yang sangat tinggi dan tidak wajar.
“Masyarakat perlu hati-hati. Pastikan saja dua L yaitu legal dan logis. Tanya badan hukum dan rasionalitas imbal hasilnya”, tegas Tongam.
“Dapatkan keuntungan pasti 10% setiap bulan, dengan risiko Anda akan kehilangan seluruh dana Anda!”, tentu saja tidak ada penawaran dengan bunyi demikian. Yang ada hanya “Dapatkan keuntungan pasti 10% setiap bulan!” Atau seperti pesan singkat yang masih tersimpan di telepon genggam saya, “Segera join bersama PT. X dan dapatkan penghasilan 20% s/d 30% per 7 hari”.
Kalimat peringatan mengenai risiko kehilangan seluruh dana anda, memang tidak akan pernah dicantumkan oleh para pelaku, padahal disclaimer itu merupakan bagian tak terpisahkan dari promosi penawaran tersebut, dan selalu menjadi babak akhir penutup cerita. Anehnya pula, di sisi lain sebagian dari kita seolah juga tidak bakal menyukai tambahan kalimat tersebut, yang malah akan merusak cerita dan mimpi yang telah dirangkai.
Kita terlalu sibuk, dan lebih seringnya terlalu malas, plus terlalu mudah percaya dan terlalu mudah ditipu oleh tawaran menggiurkan macam itu. Never ending story, tidak ada habis-habisnya cerita dan berita mengenai investasi bodong. Ada yang menawarkan ke kita, kadang bahkan dari orang-orang terdekat kita, tak lama kemudian terdengar korban berjatuhan dan tersiar “penghentian kegiatan usaha” seperti berita di atas, lalu tidak dibutuhkan waktu yang terlalu lama, penawaran dan berita sejenis akan kita dengar kembali dan kembali. Patah tumbuh hilang berganti. Ya para pelakunya, ya para tenaga pemasarnya, ya cerita para korbannya.
Kita menyukai seketika angka-angka yang terpampang (“20%-30% itu besar, 7 hari itu singkat”), membayangkan bagian enaknya, lalu berhenti mencerna; tidak tertarik meneruskan berpikir keras sedikit saja tentang sisi risikonya. Begitulah, informasi sesingkat seperti di pesan itu, (“Apakah Anda ingin cepat kaya raya?”) “Dapatkan penghasilan 20% s/d 30% per 7 hari…”, melahirkan sebuah jawaban spontan yang langsung muncul di kepala kita: ya. Menganggapnya sebagai sebuah peluang durian-runtuh membiakkan uang, yang dengan mudah dan segera mempengaruhi kita, hingga lantas mengabaikan frasa penting “… dengan risiko Anda akan kehilangan seluruh dana Anda!” Kita, para pelompat jauh, terburu-buru melompat langsung ke kesimpulan.
Setiap kali menemukan kata “pasti” yang disematkan dalam tawaran-tawaran investasi, sudah layak kita antisipasi sebagai sebuah spekulasi, kalau tidak mau dikatakan sebagai penipuan. Di berita itu, dan ini berulang kali selalu ditegaskan oleh Otoritas Jasa Keuangan, pastikan saja dua L, yaitu legalitas dan logis. Untuk legalitas, kita bisa cek apakah badan hukum dan produk itu tercatat dan memperoleh izin dari otoritas. Sedangkan untuk rasionalitas, sebuah pertanyaan mudah dan singkat selalu harus diajukan, “Apakah tawaran itu masuk akal?” Sebuah strategi tes positif, dalam bentuk pertanyaan sederhana, yang cukup ditujukan ke diri kita sendiri saja.
NH
Investor Daily, 7 Juli 2020