“We must all make the choice between what is right and what is easy.” ~ Professor Dumbledore
Ketika kita disodori pilihan antara mendapatkan keuntungan pasti satu juta rupiah, atau pilihan peluang 50 persen untuk mendapatkan keuntungan dua juta rupiah, pilihan manakah yang akan kita ambil? Barangkali kita akan menghindari risiko dan pilihan kita akan jatuh ke sesuatu yang pasti.
(Bahkan, kalaupun ada potensi peluang yang lebih tinggi, katakanlah 60-70 persen, untuk mendapatkan keuntungan dua juta rupiah itu, sebagian dari kita mungkin masih tetap akan menaruh pilihan kepada yang pasti-pasti saja.)
Tidak ada yang salah, begitulah umumnya dan “wajarnya” sikap kita terhadap pilihan. Penelitian di bidang psikologi menunjukkan bahwa untuk pilihan atas sebuah keuntungan, manusia pada dasarnya akan lebih nyaman dengan kepastian dibandingkan dengan ketidakpastian.
Lalu bagaimana kalau sebaliknya? Ketika kita diberikan pilihan antara menderita kerugian pasti satu juta rupiah, atau pilihan kemungkinan 50 persen mengalami kerugian dua juta rupiah, yang manakah pilihan kita? Seolah sebuah kontradiksi. Pada umumnya kita tidak akan memilih kerugian pasti, kita akan memilih risiko, ketidakpastian. Kerugian pasti sangat tidak kita sukai, sehingga mendorong kita untuk mengambil risiko. Seperti tulis Daniel Kahneman, “Kita suka untung dan tak suka rugi, dan hampir pasti kita lebih tidak suka rugi daripada suka untung.”
Mungkin itulah jawabannya, kenapa rata-rata para investor memiliki daftar panjang saham yang merugi di portofolionya, tanpa atau dengan sedikit saja saham yang tetap berwarna hijau. Keuntungan di genggaman tangan dan di depan mata yang sudah pasti, selalu dan terlalu menggoda untuk harus segera direalisasikan; investor tidak mau mengambil risiko ketidakpastian dan karenanya saham-saham untung akan dijual habis, mengabaikan kemungkinan potensi untung yang lebih besar.
Sedangkan kerugian mengambang (floating loss) atas saham-saham yang dimiliki (yang akan segera berubah menjadi kerugian pasti begitu dijual), akan dikesampingkan dan disimpan untuk lantas “bertaruh” dengan risiko ketidakpastian, dengan mengabaikan kemungkinan rugi yang lebih besar, juga dengan mengabaikan kinerja saham yang sebenarnya sama sekali tidak lagi menjanjikan. Sekali lagi, terdengar normal dan manusiawi.
Hanya saja, sebenarnya ketika kita sebagai investor mengetahui fakta psikologi pilihan untung rugi ini, menjadi pengetahuan -dan pelajaran- kita untuk memaknainya, untuk pada akhirnya mampu memperoleh hasil lebih maksimal dari investasi-investasi kita. Pintar dalam mengelola potensi keuntungan dan bijak dalam menyikapi kerugian pasti.
Perihal pilihan, sebagai sebuah tambahan, hasil penelitian “klasik” menarik lainnya menunjukkan, bahwa bagi kebanyakan orang, rasa takut kehilangan satu juta rupiah lebih kuat daripada harapan untuk mendapatkan satu setengah juta rupiah, artinya “rugi lebih terasa berat daripada untung” dan orang tak mau rugi. Mungkin itu juga jawabannya, kenapa tidaklah mudah bagi kita ketika harus mengambil keputusan untuk menjadi seorang investor saham.
Pada akhirnya, banyak hal dalam kehidupan kita, seperti yang dikatakan oleh Professor Albus Dumbledore, Kepala Sekolah Sihir Hogwarts itu, beberapa pilihan kadang tampak mudah, namun tidak selamanya pilihan itu benar.
NH
Investor Daily, 23 Juli 2020