“Maafkan aku, Cha. Aku salah.”

Gadis dengan bingkai kacamata hitam minus satu setengah itu tersenyum kecil, seperti senyuman mafhum seorang ibu yang sedang mendengar anak lelakinya berbohong. Delapan belas hari setelah pertemuan terakhir itu, aku kembali kepada Ocha, menunggunya seusai dia pulang kantor, mengajaknya makan malam.

Aku mencari bola mata hitamnya yang disembunyikan dalam pejaman dan wajah sedikit tertunduk. Juga berusaha mencari sosokku di sana, masih adakah? Mungkin tidak, sudah redup. Padahal diam-diam aku mengharapkan keabadian, menitipkan diriku di tulisan-tulisannya.

“Aku mencintaimu.”
“Kamu tidak…”
“Cha, please.”

Dia mengangkat sedikit pandangannya. Memperhatikan mulutku, tidak mataku. Di antara sebilah meja makan warna orange di food court plaza itu, ada jurang yang menganga dalam membatasi kami, ada hamparan padang pasir terbentang luas menjauhkan kami, sementara gelap membutakanku mencari sosoknya yang dulu.

“Maukah kau mendengarku?”
“Aku selalu membacamu.”
“Hahaha, tidak, sekali ini aku tak akan menulis.”

Aku mengangguk. Dia menatapku.

“Kita telah menjalani masa sembilan belas bulan yang indah dan menyenangkan, di antara senang dan sedih, tawa dan air mata yang pernah ada di sana. Pengalaman berharga untuk kamu dan aku, untuk diri kita. Sebuah akhir, kalaupun itu dimaknai buruk, tidaklah boleh pernah menghapusnya, tidaklah akan dapat sekalipun membatalkannya, pengalaman itu. Kita telah memainkan orkestra terbaik, selama itu, kalaupun penutupnya terdengar sumbang, sekali lagi jika itu dimaknai buruk, bukan berarti keseluruhan orkestra kita buruk.”

Aku mengalihkan pandanganku keluar jendela kaca, lampu-lampu kantor gedung seberang masih menyala menantang penghuninya. Sementara aku kehilangan keberanian menatap mata Ocha. Dia terdiam, seolah memberiku waktu mencerna. Seorang ibu yang sejenak menghentikan kalimat dongengnya, membiarkanku masuk ke alam lainnya. Dua tarikan dan hembus napas panjang menenangkan dadaku, dan Ocha telah siap melanjutkan.

“Diri kita yang mengalami, jiwa kita yang mengalami, apa yang lebih luar biasa dari itu? Tidakkah itu jauh lebih penting dari sekadar ingatan kita, sisi diri kita yang selalu mengingat? Mengalami jauh lebih penting daripada mengingat, bukan? Apa yang kita ingat saat ini, mungkin akan terlupakan sepuluh tahun lagi, tetapi apa yang kita alami, akan tetap selalu ada. Selamanya.”

Aku menatapnya dalam-dalam, mencari kesungguhan ucapannya. Ocha adalah telaga sunyi yang tenang, dalam pembawaan dan penampakan. Namun tidak dalam tulisan-tulisannya, dia adalah senyapnya alunan laut Flores, sekaligus pekik ombak laut Selatan, sepoi angin lembah dan riuh badai puncak gunung. Seorang penulis sepertinya mampu menyerap banyak rasa dan banyak energi dari dunia, nyata dan khayal, menjadikannya lebih peka dibanding manusia pada umumnya.

“Aku pernah membaca, manusia pada hakikatnya bukanlah in-dividu, in-strip-dividu. Kita semua dividu. Setiap diri kita terdiri dari banyak bagian-bagian, sisi-sisi, yang bisa dibagi-bagi, dipisahkan. Mungkin tepatnya diri-diri. Misalnya, tadi, diri yang mengalami dan diri yang mengingat. Lebih jauh, aku percaya, ada diri penakut dan diri pemberani, ada diri mengagumi dan diri mencintai. Dan kita sering terkelabuhi.”

Dia terhenti. Sementara aku menanti, dalam risau, seolah dapat menebak kalimat selanjutnya.

“Kamu tidak sungguh mencintaiku, kamu hanya mencintai tulisan-tulisanku. Kamu mencintai kamu di tulisan-tulisanku.”

Tidak ada nada sombong, Ocha mengucapkannya dalam datar, pasti dan tegar. Aku adalah sepotong daun kering yang baru saja rontok dari dahan, diterbangkan angin, tidak mengerti akan jatuh kemana.


“Apakah kita akan bertemu lagi?”
“Tentu. Kamu tahu kamu tak akan pernah mati.”

NH

Posted by:Nicky Hogan

Nicky menjalani hidup limapuluh tahun, gemar berlari empatpuluh tahun, merambah alam tigapuluh tahun, bekerja di pasar modal duapuluh tahun, suka menulis sepuluh tahun. Dan inilah tulisannya.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.