Aku siap dalam kostum lari. Sepatu, celana, kaos, dan selapis kaos tangan panjang lainnya di luar, serta topi kupluk. Namun aku tidak berniat untuk berlari. Aku memutuskan hanya ingin berjalan, perlahan dan menikmati, sepanjang lima kilometer ke arah timur, ke Steinkiste, menyusur bukit naik turun searah garis pantai pulau, Isle of Raasay.

Rumah-rumah penduduk dusun bertembok putih-abu dan beratap hitam, berjarak antar satu dan lainnya, tampak lengang. Tidak tampak penghuninya, tidak juga ada yang aku temui sepanjang jalan. Hanya kelinci-kelinci yang muncul dan kemudian menghilang kembali ke balik rerumputan.

Pohon-pohon cemara berdiri kokoh, menjulang langit. Anggrek-anggrek ungu tumbuh bebas di tepi jalan, di sisi tebing, berbaur dengan hamparan bunga-bunga kecil kuning sejenis globeflower yang tumbuh liar.

(Waktu usiaku sekitar 8 tahun, tanteku yang seorang biarawati, setiap kali berkunjung ke rumah kampungku, selalu membawakanku oleh-oleh gambar-gambar postcard rumah, dusun dan pemandangan semacam ini. “Wherever you are, and whatever you do, be in love.” ~ Rumi)

NH

Posted by:Nicky Hogan

Nicky menjalani hidup limapuluh tahun, gemar berlari empatpuluh tahun, merambah alam tigapuluh tahun, bekerja di pasar modal duapuluh tahun, suka menulis sepuluh tahun. Dan inilah tulisannya.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.