Aku mengawali minggu ini dengan berdiri mendampingi anak-anak muda dari 18 kota yang berkumpul di Main Hall Bursa Efek Indonesia, melakukan pembukaan perdagangan. Senin yang cerah dan para milenial yang luar biasa ceria. Tidak terlihat lelah setelah menempuh perjalanan sejak subuh dari Lembang. Anak-anak muda dari Aceh hingga Samarinda, dan kota-kota lain di antaranya, yang menyebut diri Investor Saham Pemula. Anak-anak yang bersorak ramai ketika layar besar di ruang itu berwarna hijau dan nyengir ketika sesaat kemudian berubah merah. Anak-anak jaman now yang beruntung. Karena berkesempatan menjadi investor di pasar modal Indonesia pada usia mudanya, hal yang tidak terjadi pada generasi yesterday. Namun beruntung saja tidak cukup bukan? Lihatlah si Untung Angsa, betapapun beruntungnya dia, tetap saja Desi lebih mencintai Donal Bebek dibandingkan dirinya. Milenial sekarang hidup di masa yang penuh kemudahan, tekhnologi maju, apapun ada apapun bisa. Sungguh beruntung. Tetapi kalau tidak pintar, tidak smart, semua keberuntungan itu akan berlalu seiring waktu. Atau bahkan digilas waktu. Gigit jari dan meratap pada saatnya nanti. Anak-anak muda berlogo ISP di dada kirinya itu – puluhan dari keseluruhan ribuan anggotanya yang tersebar di daerah-daerah – menunjukkan mereka tidak sekedar beruntung, tetapi sekaligus smart.

Besok dan lusanya Aku berkeliling ke tiga perguruan tinggi di Jawa Timur, meresmikan tiga galeri investasi BEI di masing-masing kampus. “Ngamen” dari ruangan kecil sederhana hingga aula besar mirip kapal Titanic mini. Menyematkan pin di dada mahasiswa mahasiswi personel Kelompok Studi Pasar Modal masing-masing kampus, sambil menitipkan doa. Doa terbaik semoga setelah menjadi investor, mereka lebih sejahtera. Menjadi lebih kaya. Kaya!

Di salah satu kampus, Aku merasa begitu leluasa memakai kata itu. Kaya. Kata yang selama ini kuhindari, untuk tidak terkesan materialistis kapitalis duniawi. Tetapi pimpinan kampus itu telah “merestui” dan secara bijak mengawali kata itu. Kaya itu tidak dosa. Kaya itu malah harus. Justru dengan kaya, kita berkesempatan lebih untuk membantu sesama kita. Jangan minder, jangan membatasi kepala kita bahwa kita tidak mungkin bisa kaya. Jangan terus “terjajah” oleh diri kita sendiri. Please. Jangan hanya memandang dan mengagumi rajawali yang terbang gagah di atas sana, Kita semua bukan bebek, Kitalah rajawali, kepakkan sayap dan Kita akan tahu. Jadilah kaya! Untuk kemudian bisa berbagi.

Dan di antara jadwal padat yang perlahan menguras stamina, Aku beruntung berkesempatan berkumpul makan malam dengan sekelompok investor. Beberapa “orang gila” – istilah mereka sendiri – yang sering berkumpul berdiskusi dan akhirnya tergerak untuk berbagi. Mengajak dan mengajari masyarakat untuk menjadi investor saham. Tidak saja dari Surabaya dan sekitarnya, malam itu anggotanya juga datang dari Semarang. Dan segera setelah ini mereka akan blusukan ke daerah-daerah lain, pulau-pulau lain. Berbagi. Begitulah hakikatnya orang yang “berlebihan”, tidak mesti melulu materi, berbagi ilmu pun sudah melapangkan jalan kebahagiaan kita. Mengisi sekat-sekat kosong jauh di dalam lubuk hati kita. Sallim.

Sore itu, di tempat dimana dua hari lalu anak-anak milenial itu berdiri, Katon dan KLa bernyanyi merdu. “Lupakanlah problema, anggap saja tiada. Lupakanlah problema, anggap saja tiada…”

NH

Posted by:Nicky Hogan

Nicky menjalani hidup limapuluh tahun, gemar berlari empatpuluh tahun, merambah alam tigapuluh tahun, bekerja di pasar modal duapuluh tahun, suka menulis sepuluh tahun. Dan inilah tulisannya.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.