Matahari yang nyaris terbenam di ujung garis laut sana terlalu indah untuk diusik. Kami memilih menikmatinya masing-masing, dalam diam. Kalian tahu? Kami berdua adalah pecinta lari di atas pasir, pecinta matahari senja. Kami pecinta gunung, pecinta alam. Kami pecinta keindahan, pecinta keheningan. Sekalipun pantai Kuta masih riuh menjelang sunset seperti ini, seperti biasanya. Tapi buatku, sore itu Kuta begitu hening, begitu sepi. Suara-suara manusia di sekeliling tidak mengusikku sama sekali, tidak lebih keras dari suara debur ombak dan suara alam magis yang tiba-tiba hadir. Ya, hanya ada suara-suara itu. Dan dia yang hadir, berjalan di sisi kiriku. Aku mau menikmati senikmat-nikmatnya sore ini, mengenangnya untuk jangka waktu yang panjang, dimanapun aku berada. Besok mungkin masih akan ada matahari terbenam yang lain, tetapi aku? Aku pastilah bukanlah aku yang sekarang. Dan dia juga mungkin tidak akan bersamaku lagi. Tidak berdua seperti ini. Besok siang kami akan kembali ke Jakarta, kembali ke rutinitas sehari-hari kami. Kembali ke sorotan kamera dan sekat-sekat news-room. Kembali ke kumpulan teman-teman kami. Teman-teman kami berdua.
Read More