NOW AND THEN

Aku siap dalam kostum lari. Sepatu, celana, kaos, dan selapis kaos tangan panjang lainnya di luar, serta topi kupluk. Namun aku tidak berniat untuk berlari. Aku memutuskan hanya ingin berjalan, perlahan dan menikmati, sepanjang lima kilometer ke arah timur, ke Steinkiste, menyusur bukit naik turun searah garis pantai pulau, Isle of Raasay.

Rumah-rumah penduduk dusun bertembok putih-abu dan beratap hitam, berjarak antar satu dan lainnya, tampak lengang. Tidak tampak penghuninya, tidak juga ada yang aku temui sepanjang jalan. Hanya kelinci-kelinci yang muncul dan kemudian menghilang kembali ke balik rerumputan.

Pohon-pohon cemara berdiri kokoh, menjulang langit. Anggrek-anggrek ungu tumbuh bebas di tepi jalan, di sisi tebing, berbaur dengan hamparan bunga-bunga kecil kuning sejenis globeflower yang tumbuh liar.

(Waktu usiaku sekitar 8 tahun, tanteku yang seorang biarawati, setiap kali berkunjung ke rumah kampungku, selalu membawakanku oleh-oleh gambar-gambar postcard rumah, dusun dan pemandangan semacam ini. “Wherever you are, and whatever you do, be in love.” ~ Rumi)

Read More

JENDELA DAN MATAHARI

Jendela besar itu terpasang di depan teras, di tengah-tengah bangunan dua lantai mirip kastil, menggusur dua pintu kayu berat ke sisi kiri dan kanannya. List kayu membelah jendela menjadi sembilan kotak kaca, dengan hiasan setengah lingkaran kaca di atasnya; sebuah setengah lingkaran kecil lainnya dan empat list kayu membentuk sinar matahari.

Pukul 07:00. Suhu 12 derajat celcius. Aku berdiri di balik jendela. Menyapu perlahan pandanganku.

Jalan kecil berkerikil hitam, hamparan luas rumput hijau pendek rapih, laut biru yang tenang, bukit-bukit hijau dataran tinggi Isle of Skye, sedikit diselimuti awan putih, dan langit biru yang terbentang luas dan tinggi.

Sebatang pohon kecil di sisi kiri dan sebatang lainnya tanpa daun di sisi kanan, dan feri kecil putih -yang kemarin sore mengantarku menyeberang- tersandar di dermaga.

(Terima kasih kepada jendela, dan kepada matahari yang telah memberi warna-warna indah ini. “To praise the sun is to praise your own eyes.” ~ Rumi)

Read More

SAPUQ

Aku ingat sekarang, cahaya tubuhnya itu yang menarik perhatianku. Juga sapuq yang melingkar di kepalanya. Sepotong wajah asing bagi suku kami, tetapi balutan sapuq telah membuatnya tampak istimewa. Karenanya aku mengikutinya sejak tadi. Sudah berapa kilometer kami berlari dan berjalan? Lebih dari tiga jam, selepas meninggalkan bangunan sekolah tempatku mengajar. Tadi aku sempat mencuri dengar, dia dan rombongan sudah berlari dua puluh kilometer, sejak subuh. Singgah di sekolahku, sebelum melanjutkan perjalanan, masih dua puluh kilometer ke pos peristirahatan berikutnya dan sisanya dua puluh kilometer lagi barulah tiba di garis akhir, sisi utara pulau. Jauh ternyata. Aku akan mengikuti semampuku saja, atau selama dia masih mengizinkanku.

Read More