“The only thing you have to fear is fear itself.”
Para peneliti menyatakan bahwa manusia adalah makhluk hidup paling penakut di planet ini. Penyebabnya karena manusia mampu berpikir, tentu saja. Namun itu pula yang mengakibatkan manusia malah menciptakan rasa takutnya sendiri, yang kadang sebenarnya tidak menakutkan, bahkan tidak pernah ada.
Padahal rasa takut mendistorsi kita dari kenyataan. Menganggap cicak sebesar biawak, menganggap ketinggian lima meter mematikan, menganggap terbang pasti akan jatuh, menganggap petir terus mengintai menyambar kita. Berlebihan dan menakutkan.
Menariknya, mengatasi rasa takut ternyata sederhana. Tampaknya. Kita sering menganggap lawan dari “cinta” adalah “benci”, padahal jawaban yang tepat adalah “takut”. Karena ketika kita jatuh cinta, otak kita dibanjiri cairan oxytocin, yang mengesampingkan rasa takut kita. (Contoh? Pikirkan sejenak tentang berani mati untuk negeri atau tidak takut demi kekasih.) Mencintai sesuatu menghindari kita dari takut akannya. Mencintai bumi dan segala isinya, membantu kita menjadi manusia pemberani.
(Tulisan ini awalnya bukan dalam rangka “menyambut” IHSG di bawah 6.000, tetapi kok rasarasanya pas juga untuk itu.)
Baiklah, mari tengok sejenak kejatuhan indeks saham kita beberapa saat terakhir. (Abaikan dulu Mr Trump.) Akibat kisruh beberapa manajer investasi dengan produk reksadananyakah? Pembubaran beberapa reksadana memicu penjualan saham-saham kelolaannyakah? Efek domino ke kepanikan reksadana lainnya, menambah faktor penyeretkah? Pada jejualan akibat tingkat kepercayaan pasar menyusut karena gonjang ganjing itu, dan juga penanganannyakah?
Saya tidak cukup pintar untuk menganalisanya, menjustifikasinya, lalu bersuara seolah-olah tahu persis apa yang sedang terjadi. (Beribu-ribu pelaku pasar setiap hari beraktivitas beli dan jual, bagaimana mungkin kita paham isi kepala mereka satu per satu ataupun bukan satu per satu? Mana boleh jadi sok tahu?)
Informasi sahih yang menjadi sorotan adalah rugi segedegede jagung sederet barisan reksadana yang sedang ramai diberitakan, atau rontok serontok-rontoknya geguguran saham-saham yang berstempel “gorengan”. Sebenarnya, per penutupan kemarin, kalau dihitung sejak awal tahun 2019 ini, IHSG kita hanya turun 3,9% (LQ45 minus 3,74% dan Jakarta Islamic Index minus 3,67%). Tidak besar-besar banget, bukan? Lalu kenapa barisan reksadana itu bisa jadi begitu pesakitan? Di luar reksadana yang dikelola dengan tidak benar, tidak jujur, dan seenak dewe, akhirnya, You can’t beat the market, Sultan. Index is absolutely better than you, always. Hanya Bruce Lee yang bisa seorang diri menang melawan segerombolan orang. Itu pun hanya di film. Lalu kalau gegugurannya saham “gorengan” bagaimana? Auch ah gelaf.
Yang harus kita lakukan? Santuy. Kita kan pemegang saham pemilik perusahaan. Kalau bosan dengan kata “jangka panjang” (seolah-olah hanya hiburan kosong), ganti saja dengan kata “pemilik perusahaan cakeup”. (Cakeupkah? Cakeupkan?) Dunia kita bukan dunia kedipan angka di layar monitor, dunia kita dunia nyata dan konkret.
Takut? Cinta! Penuhi saja kepala kita dengan cairan oxytocin.
Sometimes you really just have to be brave, Love!
NH