06:48 Minggu pagi
“Jas ujan, jas ujan, biar gak masuk angin…” Menenteng kantong kresek hitam di kiri kanan tangannya, masing-masing berisi 18 jas hujan, laki-laki itu berteriak pelan. Hujan sejak subuh tadi membawa langkahnya keluar rumah kontrakannya, mengarahkan langkahnya ke kawasan Sudirman. Sejam sebelumnya masih lumayan deras, tetapi sekarang mulai mereda, hanya gerimis. Tampaknya para pejalan dan pelari CFD itu lebih menikmati gerimis dalam setiap langkahnya, tanpa jas hujan. Hanya beberapa saja tadi yang berhenti dan membeli.
Satu dua tiga empat, ya hanya empat jas hujan terjual dan dia menengadah memandang langit yang mulai terang. Dia teringat wajah anak laki-lakinya yang tadi memandangnya dari atas ranjang.
“Ayah, sepatuku sudah rusak…”
“Ya, ya, tidur lagi Nak, masih gelap.”
Dia perlu segera kembali ke kontrakannya, bersiap berangkat ke proyek jalan layang yang enam bulan ini menghidupi keluarganya. Dia perlu buru-buru sebelum anaknya terbangun dan menanyakan, “Yah jual berapa banyak tadi? Cukup gak buat beli sepatuku?”
Dia melangkah pulang dalam gerimis tipis. Berharap minggu depan hujan lagi. Dan lebih lebat…
06:48 Minggu pagi
Aku menarik HPku, bunyi lagi alarmnya. Sudah 2 kali aku menekan snooze sejak tadi pertama kali berbunyi. Dari jendela kamarku, masih terdengar ketukan air hujan, aha, masih gerimis. Kutekan tombol stop di layar HP dan menarik kembali selimut. Meninggalkan air hujan yang mengalir lambat di kaca jendela kamarku. Meninggalkan seorang pedagang jas hujan yang berdiri dalam gerimis di bawah jembatan Semanggi, sedang berteriak pelan, “Jas ujan, jas ujan, biar gak masuk angin…”.
Nicky Hogan 